Bhante Khantidharo Mahathera di masa mudanya bernama Djamal Bakir. Pendirian vihara diawalinya tahun 1971 dengan membangun padepokan kecil Dhammasala. Perangainya lembut. Ia kemana-mana berbalut jubah (civara) dengan warna cokelat tanah. Tutur katanya sopan dan bijaksana. Membuat orang yang berbincang dengannya mampu merasakan kharismanya sebagai seorang pengajar dan guru yang baik.
Bhante Khantidharo Mahathera namanya. Jika dilihat sekilas, geraknya masih lincah. Hampir setiap hari ia berkeliling lokasi vihara dan memimpin doa. Banyak orang terutama pengunjung tidak menyangka jika Bhante Khanti, begitu ia akrab disapa, sudah berusia 84 tahun.
Pria kelahiran Magelang tahun 1931 ini merupakan bikkhu tertua di Vihara Dhammadipa Arama Kota Batu. Vihara yang berlokasi di Jalan Raya Ir Soekarno Junrejo ini hanya punya tiga bikkhu. Ia adalah pendiri Vihara Dhammadipa Arama di Kota Batu pada tahun 1971.
”Setiap orang perlu tempat untuk beribadah. Nah pada waktu itu (1970-an) memang di Batu belum ada tempat peribadatan untuk umat Buddha”, ungkap Bhante Khanti tentang motivasinya dulu mendirikan vihara beraliran Budha Teravadha.
Yang paling menonjol dari Bhante Khanti adalah semangatnya dalam menjalani kehidupan dan mengusung kebaikan bagi sesama. Kesan itu muncul karena sebelum menjadi seorang bikkhu, ternyata Bhante Khanti sudah malang melintang di dunia pendidikan. Pria yang memiliki nama asli Djamal Bakir ini mengawali profesi pertamanya sebagai seorang guru di SMA Ekonomi Medan pada tahun 1952.
Setelah dua tahun mengajar, pria yang merupakan anak kelima dari sepuluh bersaudara ini menjalani kursus B1 mengajar ilmu ekonomi di Kota Solo. Kursus itu ia jalani mulai 1954 hingga 1956.
Selepas kursus, keinginan Bhante Khanti untuk mengajar pun akhirnya membawanya ke belahan nusantara bagian timur, yakni Gorontalo. Di Pulau Sulawesi itu, Bhante tidak hanya mengajar, akan tetapi juga sebagai Kepala Sekolah SMEAN Gorontalo dari tahun 1956 hingga 1961.
Setelah menjadi kepala sekolah selama lima tahun di Gorontalo, pada akhirnya ia kembali ke Pulau Jawa untuk melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi di Malang yakni IKIP Malang pada tahun 1961 hingga 1964. Ia mengambil jurusan Pendidikan Ekonomi.
Di usianya yang ke-33 tersebut, ia mendapatkan gelar Drs sehingga namanya menjadi Drs. Djamal Bakir. Dengan gelar tersebut, ia kemudian melanjutkan mengajar di SMEA Negeri Malang dari tahun 1964 hingga 1977.
Di tengah-tengah kesibukannya mengajar, Bhante Khanti mendirikan sebuah padepokan kecil dari tanah yang dibelinya di Dusun Ngandat, Desa Mojorejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu. Di tanah seluas 4.400 meter persegi tersebut didirikanlah bangunan pertama yang kemudian diberi nama Dhammasala, cikal bakal Vihara Dhammadipa Arama saat ini.
Tidak berhenti di situ, kiprahnya di dunia pendidikan tetap berlanjut hingga di tahun 1977. Ketika itu ia ditugaskan Pemerintah Republik Indonesia menjadi kepala sekolah masyarakat Indonesia di Burma (Myanmar) selama lima tahun.
Kemudian, tahun 1982 Drs. Djamal Bakir kembali ke Jakarta dan bekerja di Inspektoral Jenderal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan hingga tahun 1986. Di tahun 1986 itulah, ia pensiun. Setahun kemudian, tahun 1987, ia memutuskan mengamalkan ajaran-ajaran Buddha dengan menjadi seorang bikkhu.
Awalnya, Bhante Khanti menjadi bikkhu di Vihara Dhammacakka Jaya di Jakarta dari tahun 1987 hingga 1992. Setelah itu barulah ia kembali ke Kota Batu hingga sekarang menjadi Bhante atau guru dengan nama lengkap Bhante Khantidharo Mahathera di Vihara Dhammadipa Arama. Di vihara inilah, Bhante Khanti mengajar sekitar 60 samanera (mahasiswa yang belajar agama Buddha di vihara).
Kepada para samanera, Bhante Khanti mengajarkan untuk selalu mencari kebahagiaan di dunia dan akhirat. Bukan kebahagiaan yang bersifat materil, namun ketenangan spiritual. Baginya hidup itu sederhana.
”Orang itu makan bukan untuk kepuasan, tapi hanya untuk memperpanjang usia. Kita harus memperpanjang usia agar tubuh ini tidak cepat lapuk. Kalau tubuh ini tidak cepat lapuk, maka kita tetap mampu berbuat lebih banyak kebaikan,” jelas pria yang gemar melakukan bakti sosial, salah satunya memberikan bantuan kepada anak-anak miskin di Sumberpucung, Kabupaten Malang bersama sebuah organisasi di negara Belanda.
Bagi Bhante Khanti, resep untuk dapat awet muda dengan bahagia adalah, jaga mulut, jaga hati, dan jaga pikiran. ”Saya sering menyingkatnya menjadi jamu, jati, jaran agar mudah diingat oleh anak-anak,” tambahnya.(*/yos)
Sumber: RADAR MALANG Online
http://radarmalang.co.id/bhante-khantidharo-mahathera-pendiri-vihara-dhammadipa-arama-mojorejo-kota-batu-11398.html