Berita Detail

-

Latifah, S.S, M.A (Dosen STAB Kertarajasa)

Masuknya agama Buddha ke Indonesia dan bukti-bukti peninggalan sejarah perkembangan Buddha di Indonesia merupakan bagian dari sejarah religi yang patut dipelajari. Namun, sejarah religi tidaklah sama dengan sejarah kemanusiaan. Karenanya, keduanya harus diajarkan secara bersama-sama. “Perlu disejajarkan, ini sejarah religi, ini sejarah umum, sejarah kemanusiaan, untuk mengetahui bagaimana jalannya sejarah,” demikian papar Wardiman Djojonegoro dalam peluncuran bukunya, Sejarah Ringkas Pangeran Diponegoro dan Perang Jawa, 1825-1830.

 

Buku yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) ini dimaksudkan untuk meluruskan sejarah Pangeran Diponegoro dan Perang Jawa. Pelurusan sejarah ini penting sebagai rujukan bahan ajar untuk pembelajaran sejarah, terutama di bangku sekolah. Karena itu, acara peluncuran buku pada 13 Juli 2019 di SMP 20 Malang ini dilaksanakan bekerja sama dengan Musyawarah Guru Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Kota Malang.

 

Antusiasme para guru untuk memberikan pembelajaran yang terbaik bagi siswa tampak dari pertanyaan-pertanyaan mengenai strategi pembelajaran. Sebagai mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Pak Wardiman pastilah menekankan pentingnya kreativitas guru. Karena itu, ia tidak ingin mendikte bagaimana seharusnya seorang guru mengajar. Beliau hanya menekankan pentingnya tujuan pelajarannya. “yang membuat soal harus menanyakan jalannya sejarah dan apa akibatnya suatu peristiwa, bukan hanya tahun-tahun.” Untuk menyiasati keterbatasan waktu pelajaran dan rendahnya minat siswa terhadap sejarah, beliau menyarankan kepada para guru,”Silakan cari episode-episode yang menarik dan penting bagi siswa.” Lebih lanjut, Pak Wardiman memberi contoh, “Bagaimana mengajarkan kenapa Pangeran Diponegoro mengangkat senjata? Caranya terserah, yang penting menginspirasi, saat masyarakat mengalami ketidakadilan, dengan memaparkan episode-episode, ada seseorang yang berjuang melawan ketidakadilan itu”.